40 Tahun

Bulan ini, gw secara resmi keluar dari klub 30 dan masuk ke dalam klub 40. Tos dulu ah! Dulu waktu masih kecil, melihat nyokap usia 40 an rasanya tua banget. Ternyata ketika mengalaminya sendiri, gw ngga merasa terlalu beda dengan gw di usia 20 an :D. Bedanya mungkin lebih ke fisik. Sekarang akutu gampang lelah, kulit ngga sekenyal dulu, rambut banyak yang putih, dll.

Review hidup selama ini, alhamdulillah atas semua kebahagiaan, kesedihan, kesulitan, perjuangan, keajaiban yang terjadi. Semua berjalan atas kehendakNya, walau sering kali  gw belum bisa mengerti alasannya.

Kalau gw bisa kasih saran bagi kelean yang masih muda, rajin-rajinlah mendekatkan diri kepadaNya, jangan menikah muda, jangan punya anak banyak-banyak kecuali kelean kaya raya, banyak-banyaklah berpetualang, grow your balls…jangan terus menerus berada di comfort zone, karena buanyak sekali pengalaman hidup yang bisa kita pelajari di kala kita keluar dari comfort zone. Jangan dengerin kata orang, selama kita hidup sesuai perintah Tuhan, ngga merugikan orang lain, jalani terus.

Di usia 40 tahun, gw merasa penting untuk pilih-pilih orang terdekat. Gw malas bermanis muka dengan orang-orang yang terlihat baik di depan tapi di belakang bicara buruk tentang gw. Gw juga malas berada di dekat orang yang jaim. Yang berusaha keras untuk terlihat kaya, terlihat alim, terlihat sempurna, BAH! Doa gw, semoga gw selalu dikelilingi oleh orang-orang yang berhati baik, orang-orang yang mencintai gw dengan tulus…people with beautiful soul..orang-orang yang memiliki derajat tinggi di mata Tuhan, bukan manusia. Di usia ini gw juga sadar bahwa ngga semua orang bisa memberikan unconditional love. Bahkan orang tua sekalipun (note: bukan orang tua gw yaa).

Harapan gw di kehidupan gw selanjutnya supaya gw diberi hati yang bersih, bisa memberi banyak manfaat buat sesama, mandiri dan ngga menjadi beban buat orang lain. Aminkan ya 🙂

Kuliah

Sampai sekarang, gw selalu iri dengan suami yang menurut gw, berhasil menentukan minatnya sejak awal. Sejak S1, S2 dan S3 selalu berkecimpung di dunia komposit. Ngga heran kalau pengetahuan dan pengalamannya di bidang ini sangat mumpuni. Bisa dibilang, dia salah satu ahli komposit di Indonesia.

Sebaliknya, dari dulu sampai detik ini, gw masih galau menentukan apa minat dan bakat gw sebenarnya. Karena minimnya info kala itu, juga karena pergaulan yang kurang luas, gw ngga bisa menentukan karir apa yang ingin gw jalani. Kalau sekarang bekerja di bidang keuangan, gw merasa hal ini dikarenakan telanjur basah, nyemplung aja sekalian.

Kalau ditanya mau jadi apa setelah SMA, mungkin kebanyakan anak-anak SMA akan menjawab ingin jadi dokter, insinyur, polisi. Jurusan-jurusan mainstream. Ngga salah juga punya keinginan seperti itu. Yang kurang tepat, jika mengambil bidang-bidang tersebut karena kurangnya pengetahuan akan minat dan bakat kita.

Idealnya, bekerja itu harus sesuai dengan minat. Sehingga kita bisa bekerja dengan senang dan tanpa beban. Kenyataannya, kadang bidang yang kita ambil dipengaruhi oleh orang tua, teman atau lingkungan. Dan ketika sudah bekerja sekian lama, timbul rasa bosan atau ketidakcocokan dengan bidang yang kita ambil.

Bagi yang masih duduk di bangku SMA, gw sangat menyarankan untuk menentukan minat dari sekarang. Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang jurusan kuliah di berbagai universitas di dalam dan luar negeri. Hapus pola pikir bahwa orang yang sukses adalah mereka yang menjadi dokter, insinyur, arsitek, pengacara dan pekerjaan mainstream lainnya.

Ada jurusan-jurusan non mainstream yang menjanjikan pekerjaan yang bergaji tinggi jika ditekuni secara bersungguh-sungguh. Misalkan S1 jurusan sulam menyulam, jurusan herbal, jurusan tekstil, jurusan musik, dll. Menurut gw, pilihan yang spesifik dan lebih kearah keahlian, membuat kita mampu bekerja tanpa batas usia. Misalkan dengan memilih jurusan sulam-menyulam, kita bisa membuka kursus, menjadi guru menyulam. Dengan memilih menjadi herbalist, kita bisa membuka bisnis minuman herbal.

Kadang orang yang bekerja di perusahaan, tidak bisa bekerja produktif lagi ketika pensiun. Hidup seperti berjalan di tempat karena pengetahuan yang mereka dapat selama di tempat kerja, tidak bisa lagi diaplikasikan di tempat lain. Orang yang tidak bekerja kadang merasa seperti tidak ada tujuan lagi. Hidup menjadi monoton dan membosankan. Jadi, bekerja dan mempunyai keahlian yang spesifik, banyak memberi keuntungan. Ayo, banyak-banyak mencari informasi, jangan galau menghadapi masa depan.

 

 

Selingkuh

Belakangan ini banyak sekali berita-berita tentang pelaku selingkuh di media sosial. Mulai dari artis sampai orang biasa. Mulai dari berita jambak-jambakan sampai tebar-tebar uang. Bukan hanya berita selingkuh, berita seperti orang tua dibuang anaknya, berita anak-anak kecil mabuk obat, berita bayi pengemis dan berita negatif lainnya, kadang bikin gw jadi berkecil hati tentang nasib bangsa ini.

Ada pepatah yang mengatakan bahwa laki-laki bisa jatuh karena harta, tahta dan wanita. Harta karena korupsi, tahta mungkin karena jabatan politik (?) dan wanita karena selingkuh. Gw akan mengangkat topik yang terakhir.

Dari hasil browsing-browsing, disebutkan bahwa laki-laki yang doyan selingkuh biasanya punya masalah di masa kecil seperti kekurangan kasih sayang dari orang tua, terutama ibu; perceraian orang-tua atau keluarga dekat; masalah kepercayaan diri. Untuk yang wanita partner selingkuh/pelakor biasanya mereka adalah wanita yang tingkat insecuritynya tinggi, wanita yang punya luka emosional, atau wanita-wanita pemalas yang hanya mau sesuatu yang instant. Mau kaya tanpa bersusah payah membangun semua dari awal.

Di antara semua sebab-sebab itu, yang paling utama yang menyebabkan orang untuk berselingkuh adalah kurangnya iman, kurang bersyukur dan kurang empati. Mereka gagal menempatkan Tuhan dalam tindakannya dan tidak bisa menempatkan diri di posisi pasangan/keluarga yang disakiti.

Mereka juga delusional. Gagal menyadari bahwa cinta itu tidak menyakiti. Yang ada hanya nafsu yang membabi-buta. Kecenderungan orang yang berselingkuh adalah berzina. Mereka lupa bahwa Allah menyatakan dalam Al-Quran bahwa zina adalah seburuk-buruk jalan dan suatu perbuatan yang keji. Hukumannya bagi yang sudah menikah adalah rajam, yang masih lajang adalah dera sebanyak 100 kali. Jika perbuatan itu tidak mendapat balasan di dunia, tinggal tunggu saja hukumannya di akhirat.

Selingkuh menurut gw ngga membawa faedah, hanya akan membawa kerusakan. Keluarga hancur berantakan, dan nama baik yang hilang. Saran gw bagi yang suka selingkuh atau berniat untuk selingkuh, baiknya renungkan dalam-dalam. Pernikahan bukan untuk main-main. Mempermainkan pernikahan sama saja mempermainkan janji suci yang diucapkan dihadapan Tuhan. Jangan lupa, Tuhan Maha Segalanya. Ia Maha Melihat, Maha Pembuat Perhitungan dan Maha Pemberi Balasan.

Untuk para pelakor, apa sih yang didapat dari laki-laki yang sudah berkeluarga? Uang? Cinta? Tuhan menyuruh kita untuk mencari sesuatu yang halal. Uang yang halal, cinta yang halal. Kalau bisa berbahagia dari menyakiti orang lain, gw cuma bisa bertanya…situ sehat?

Pe-er buat kita para ibu adalah mendidik anak-anak kita, jika laki-laki untuk menjadi laki-laki yang shalih. Yang tau untuk menundukan pandangan, menundukan nafsu dan menjadi ayah dan suami yang baik untuk keluarganya. Untuk anak perempuan, untuk menjadi perempuan shaliha, untuk menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya. Jangan lupa untuk banyak-banyak berdoa supaya keluarga kita dijauhkan dari perbuatan selingkuh.

Untuk wanita korban selingkuh, jika pernikahannya tidak bisa diselamatkan, ingat kalam Tuhan bahwa, “laki-laki baik-baik untuk perempuan baik-baik dan sebaliknya”. Hidup hanya sekali, jalani dengan kekuatan dan kesabaran. Tuhan mboten sare. La Tahzan, Innallaha Ma’ana.

 

 

 

 

Rumah Mungil di Tepi Danau

Rumah mungil di tepi danau. Berlantai kayu, dindingnya bercat putih tulang. Kamarnya ada dua, kamar mandi di masing-masing kamar, lengkap dengan pemanas air. Ada kebun kecil di belakang, ditumbuhi melati dan wijaya kusuma. Mengenang masa kecil, menunggu bunganya mekar di tengah malam.

Rumah mungil di tepi danau. Dapurnya kecil namun lengkap. Bisa untuk memasak dan membuat kue. Barang-barangnya tak banyak tetapi penuh nuansa etnik. Karpet Persia dan Turki menghampar di sana-sini. Lampu-lampu unik, keramik dan mosaik menghiasi dindingnya.

Rumah mungil di tepi danau. Ketika hujan, pemiliknya duduk di beranda kebun, tangannya sibuk menyulam sambil sesekali meneguk teh beraroma chamomile. Memandang tetesan hujan dan menghirup bau tanah yang basah.

Rumah mungil di tepi danau. Foto dan lukisan, buku-buku, hijau tanaman dan bunga-bunga, serta magnet dari berbagai penjuru dunia.

Rumah mungil di tepi danau. Semoga.

Keluarga Berencana

Menurut gw, orang Indonesia itu basa-basinya ngga jauh-jauh dari urusan ranjang. Kalau orangnya masih muda, biasanya ditanya sudah berkeluarga atau belum. Kalau ketahuan jomblo, langsung dikejar kapan nikah. Kalau sudah nikah, berlanjut ke urusan kapan mau punya momongan. Kalau anak baru satu, lantas lanjut ke pertanyaan kapan mau anak kedua, ketiga dst. Anaknya perempuan semua, digoda untuk punya anak lelaki, begitu sebaliknya.

Gw sih sudah kebal menghadapi pertanyaan kapan mau punya anak lagi. Dalam ilmu ekonomi ada teori yang namanya Diminishing Marginal Utility. Bertambahnya kuantitas, bukan malah menambah kenikmatan/kualitas tetapi malah menguranginya. Seperti minum air di saat haus berat. Tegukan pertama mempunyai nilai tertinggi dibandingkan tegukan kedua, ketiga dan seterusnya.

Entah ya, sampai saat ini belum ada sama sekali keinginan buat tambah anak. Buat gw, semua orang harus bisa bercermin kepada dirinya masing-masing. Bertanya dan mengukur kemampuannya.

Anak bukan investasi.

Kadang atau banyak (?) orang tua yang menganggap anaknya sebagai investasi atau untuk balas budi. Tujuannya supaya kalau tua, ada yang merawat dan menghidupi. Mereka lupa bahwa anaknya tidak pernah meminta untuk dilahirkan. Kita yang menginginkan mereka ada. Maka, jangan berharap apapun kepada mereka. Bersyukur bahwa Tuhan mengabulkan keinginan kita untuk dikaruniai keturunan yang menjadi penerus kita di bumi ini.

Kalau sang anak nanti pergi jauh, tidak menetap dan berkumpul bersama orang tuanya. Ikhlaskanlah. Jangan belenggu kebebasannya demi ego orang tua.

Selama sang anak masih bersama-sama kita, nikmati setiap detiknya karena tak lama lagi, ia harus pergi meninggalkan sarangnya. Belajar sebanyak-banyak dari kehidupan. Bebaskan, beri kesempatan ia belajar, berkelana sebanyak-banyaknya.

Sumber Daya yang Terbatas.

Kita semua tahu bahwa sumber daya alam itu terbatas. Katakan kota A dengan sumber dayanya, ia hanya mampu menanggung 100,000 jiwa. Dengan 100,000 jiwa, penduduknya bisa menikmati pendidikan gratis, kesehatan gratis, subsidi untuk kebutuhan sandang, pangan, papan.

Sekarang jika jumlah penduduk di kota A naik 2, 3, 5 atau bahkan 100 kali lipat, kualitas hidup terpaksa dikorbankan. Sekolah mahal, biaya kesehatan mahal, susah dapat kerja, dll. Siapa yang salah?

Pendidikan dan bahasa Inggris.

Satu-satunya cara untuk meningkatkan taraf hidup adalah dengan pendidikan. Mau bermimpi jadi konglomerat dengan ijasah SD di jaman sekarang rasanya sangat konyol. Gw ngga bilang mustahil, karena Tuhan Maha Segalanya. Tapi kebanyakan orang, mereka yang berkecukupan rata-rata adalah mereka yang berpendidikan tinggi.

Hari gini, bahasa Inggris itu wajib dikuasai. Indonesia jauh tertinggal dibanding negara-negara tetangganya yang mengadopsi bahasa Inggris sebagai bahasa akademik dan bahasa bisnis. Buang jauh-jauh rasa bangga yang berlebihan terhadap bahasa Indonesia, sampai-sampai merasa tak perlu belajar bahasa Inggris di sekolah.

Di tempat gw sekarang, pekerjanya rata-rata berasal dari negara-negara yang berbahasa Inggris. Banyak suster, staff dan supir dari Filipina, staff IT dan pekerja-pekerja dari IPB (India, Pakistan, Bangladesh), pengajar dan peneliti dari negara-negara Barat bahkan banyak pelajar dari Cina. Indonesia hanya dikenal sebagai negara pengekspor pembantu. Bahkan pembantu dari Filipina bergaji lebih tinggi dari pembantu Indonesia. Alasannya karena mereka berbahasa Inggris.

Jujur saja kadang gw malu kalau ditanya negara asalnya. Rasa bangga gw pudar perlahan-lahan. Apa yang mau dibanggakan selain alam dan makanannya? Korupsi nomor wahid, kotor dan macet di mana-mana, mau ke mana-mana mesti pakai visa. Kadang-kadang rasanya mau ganti warga negara saja ;P

Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Banyak yang tidak bisa baca-tulis. Tidak ada standar baku yang diterapkan di semua sekolah-sekolah di Indonesia. Harusnya banyak guru-guru dan dosen-dosen disekolahkan ke luar negeri. Banyak beasiswa disediakan untuk anak-anak berprestasi. Banyak dana riset digelontorkan kepada peneliti-peneliti di universitas. Berikan bonus kepada peneliti yang berhasil mempublikasikan hasil karyanya di jurnal-jurnal internasional yang bergengsi.

Sekolahkan anak di sekolah terbaik. Mahal? Sudah pasti. Itulah konsekwensi punya anak. Bayar les mahal? Tentunya. Lagi-lagi, ini konsekwensi punya anak. Maka dari itu, pikirkan baik-baik dari awal. Hendak menikah atau melajang. Hendak mempunyai anak atau berdua saja. Tulikan diri terhadap pendapat orang. Jangan ikut-ikutan. Bahagia itu dari diri kita, bukan orang lain yang mendiktenya.

KB dan adopsi.

Memang hak seseorang mau punya anak berapa pun. Tapi jangan harap gw bakal tersenyum manis kalau mendengar atau membaca tulisan seseorang yang pingin bercita-cita punya anak banyak. Syukur-syukur ngga pasang muka jutek ;P. Indonesia sudah kebanyakan penduduk!!! Lebih baik cita-cita mulia itu dialihkan kepada hal-hal lain yang jauh lebih mulia. Seperti mengadopsi anak-anak yatim piatu di panti-panti asuhan yang haus kasih sayang orang tua. Double rewards. Dapat anak dan dapat pahala.

Buat ibu-ibu dan bapak-bapak, yuk jangan malas ikut KB. Keluarga Berencana bukan berarti harus dua anak saja. Tetapi keluarga yang harus direncanakan dengan matang. Harus berencana bahwa si abang lulus dari Caltech. Bahwa si gadis lulus dari Harvard, bahwa si kakak lulus dari Delft, bahwa si bungsu lulus dari Aachen, dan sebagainya-dan sebagainya.

Keluarga yang harus berencana bahwa si abang, gadis, kakak dan bungsu terjamin hidupnya selama kuliah di sana, keluarga yang berencana bahwa bapak dan ibu bisa pensiun dengan tenang tanpa harus membebani hidup si abang, gadis, kakak dan bungsu.

Berat? iya. Pastinya lebih berat ketimbang mengangkat sarung. Jadi pikirkan semuanya masak-masak!